Erlangga Djumena |
Selasa, 28 Juni 2011 | 14:04 WIB
Bankir mencemaskan rencana Bank Indonesia (BI) mengatur penggunaan tenaga kerja alih daya atau outsourcing.
Mereka khawatir, kategori pekerjaan yang tidak boleh dialihkan ke
pihak lain bakal mendatangkan banyak kesulitan. Bukan semata biaya
pegawai yang membengkak, juga menyangkut sistem kepegawaian bank.
Saat
ini draf Peraturan BI (PBI) tentang Alih Daya hampir selesai. BI
sedang mencari masukan dari industri perbankan dan asosiasi penyedia
jasa tenaga pihak ketiga. Penyusunan PBI mengacu pada Undang Undang
Ketenagakerjaan. BI menargetkan beleid itu terbit tahun ini.
Soal
potensi dampak negatif itu, Sofyan Basir, Direktur Utama Bank Rakyat
Indonesia (BRI), mencontohkan bagian yang berhadapan langsung dengan
nasabah (front office), seperti teller dan customer service.
Bank
mengalihdayakan lantaran di kedua jenis pekerjaan tersebut tidak ada
jenjang karier. Bank tidak bisa menaikkan atau memindahkan mereka ke
bagian lain yang lingkup kerjanya lebih spesifik.
Nah, jumlah teller dan customer service
ini melimpah, terutama bank yang mengoperasikan banyak cabang. Di sisi
lain, masa pensiun pekerjaan ini lebih cepat. Maklum, bank cenderung
menempatkan tenaga muda dan segar untuk melayani nasabah. "Bila nasabah
bertemu teller berusia 55 tahun, apakah nasabah mau datang
kembali?" kata Sofyan. Saat ini, total pegawai BRI mencapai 73.000
orang. Sekitar 30 persen merupakan outsourcing.
BRI membagi dua jenis outsource. Pertama, pekerjaannya mendekati kualifikasi bank. Kedua, tak terkait operasional bank. Contohnya, sopir, petugas kebersihan, tukang kebun, dan satpam
Kategori mendekati kualifikasi bank itu misalnya teller, customer service, dan call center. Mereka ini berpeluang menjadi pegawai tetap. Bank menilai mereka setelah dua tahun bekerja. Setiap tahun ada 500 karyawan outsource menjadi staf. Tahun ini jumlahnya mencapai 4.000 orang.
Tergantung produk
Bank Mandiri juga mengalihkan pekerjaan non-inti ke pihak lain. "Untuk frontliner,
kami menggunakan tenaga sendiri," kata Ogi Pramastomiyono, Direktur
Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Bank Mandiri, Senin (27/6/2011).
Dari 26.000 tenaga kerja Bank Mandiri, sebanyak 16.000 orang atau
sekitar 61,54 persen merupakan tenaga outsourcing.
Direktur
Keuangan Bank UOB Buana Safrullah Hadi Saleh mengatakan, BI perlu
memperhatikan dua hal sebelum menerapkan kebijakan ini. Pertama, apakah
produknya itu bersifat massal atau tidak. Kedua, kompleksitas produk.
Bila
produk bersifat massal seperti kartu kredit, banyak membutuhkan tenaga
kerja, baik untuk pemasaran maupun penagihan, bank tentu keberatan
jika harus mempekerjakan karyawan sendiri.
Kekhawatiran lain,
tambah-an tenaga kerja akan menyulitkan bagian SDM mengelola dan
mengawasi mereka. Dikhawatirkan, kualitas pekerjaan malah bisa menurun.
(Bernadette Christina Munthe, Roy Franedya, Nurul Kolbi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar